Senin, 30 Desember 2013

Kisah Fudhail bin Iyadh

Di Semenanjung Arabia, sekitar tahun 120 H, ada seorang pemuda yang sangat terkenal di seluruh penjuru Arabia. Pemuda itu terkenal sebagai seorang perampok kelas kakap. Walaupun usianya masih sangat muda, akan tetapi, kekejamannya membuat semua orang terlihat bernyali ciut. Dalam melakukan aksinya, ia tak pernah mengenal ampun untuk korban-korbannya.

Pada suatu ketika, pemuda itu jatuh hati kepada seorang gadis yang cantik jelita. Karena pemuda itu tidak bisa menahan gejolak hatinya, pemuda itu merencanakan aksi yang jahat. Ia berencana masuk ke rumah gadis tersebut saat malam tiba. Saat semua penduduk kota sudah terlelap tidur. Malam pun tiba. Dengan mengendap-endap, pemuda itu memasuki rumah si gadis lewat jendela. Namun, belum melancarkan niat jahatnya, pemuda itu mendengar sesorang menyenandungkan sebuah ayat Al-Qur'an.
"Belum tibakah waktunya bagi orang yang beriman untuk secara khusyu' mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada meraka) dan janganlah mereka berlaku seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak diantara meraka menjadi orang-orang yang fasik" (QS Al Hadid: 16)
Sejak kecil, pemuda itu sudah sering mendengarkan ayat Al-Qur'an. Ia tak pernah merasakan sesuatu yang istimewa dari ayat-ayat itu. Tetapi, malam itu berbeda. Entah mengapa, tatkala mendengar ayat Al-Quran tersebut tanpa sengaja, tiba-tiba terbesit penyesalan dalam hatinya. Hatinya bergetar, tatapannya kosong, lidahnya kelu dan badannya kaku seketika. Ia sungguh menyesali perbuatan yang ia lakukan selama ini. Pemuda itu pun segera keluar dari rumah sang gadis.

Di sudut kota yang sepi, ia berjalan tanpa arah. Tatapannya kosong. Pikirannya berkecambuk tak menentu. Air matanya mulai berjatuhan. Kakinya seakan kehilangan tenaga. Dengan terbata ia berbisik, "Tentu saja, wahai Pemilik jiwaku. Telah tiba waktuku untuk bertobat."

Tak ingin seorang pun tahu ia sedang terduduk sedih, pemuda itu bergegas kembali ke reruntuhan bangunan tempat ia biasa bersembunyi. Tak lama berselang, datanglah rombongan kafilah dagang dengan menggunakan kuda. Seorang dengan suara berat berkata, "Kita jalan terus." Temannya melanjutkan, "Kita jalan terus sampai pagi. Fudhail biasanya menghadang kita di tempat ini."

Perkataan para kafilah dagang itu seperti jarum yang menusuk jantung pemuda itu. Karena pemuda itulah yang sedang mereka bicarakan. Fudhail. Yaa Fudail adalah namanya. Tak seperti malam-malam sebelumnya, sebilah pedang yang selalu menemaninya tetap ia sarungkan. Getar lembut di hatinya sekali lagi muncul. Ia pun bergumam, "Aku melakukan kemaksiatan sepanjang siang dan malam. Dan tak sedikit orang yang ketakutan kepadaku. Sungguh tidaklah Allah mengantarkanku pada suara-suara itu melainkan agar aku menyudahi kejahatanku. Ya Allah, aku bertobat kepada-Mu."

Sahabat, di sisa usianya, pemuda itu memenuhi tekadnya untuk bertobat. Nama lengkapnya Fudhail bin Iyadh. Setelah bertahun-tahun berusaha mendekatkan diri kepada Allah dan memperdalam agama, ia kemudian dikenal sebagai seorang ulama besar hingga dijuluki "Abidul Haramain" yang artinya Hamba yang rajin beribadah di Mekah dan Madinah. Kaena komitmennya yang kuat menempuh hidup baru dan pengabdiannya yang luar biasa terhadap agama, namanya tetap harum sampai sekarang. Petuah=petuahnya teru dibaca oleh berjuta-juta umat islam melalui buku-buku yang mengutipnya.

Subhannallah. Itulah kisah hidup Fudhail bin Iyadh. Akankah kita mengikuti langkah Fudhail untuk bertobat kepada Allah SWT? Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita semua. Amin Ya Robbal'alamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar