Minggu, 14 Juli 2013

Episode Pertama - Fungsi Nabi saw dan Kenabiannya

      Dalam episode ini dialog dilaukan oleh seorang murid yang bernama Wail dengan sang guru bernama Syaikh Arif. Dalam percakapannya yang berlangsung cukup hangat, mereka sempat membahas masalah yang berkisar mengenai Rasulullah dan kerasulannya. Topik-topik yang sempat mereka bicarakan, antara lain mengenai fungsi rasul bagi dunia dan bagi akhlak manusia. Selain itu juga dibicarakan mengenai akal manusia dalam usahanya untuk mengetahui hal-hal yang ada di balik alam.

Pertemuan Pertama

Wail sengaja berkunjung ke rumah sang guru, Syaikh Arif, setelah sekian lama tidak berjumpa. Perjumpaan mereka penuh dengan dialog hangat. Mereka tanya jawab dan berdiskusi sambil mengingat masa lalu yang indah dan penuh kenangan.
Wail     : Wahai guruku, berilah aku pengertian yang luas dan dengan penalaran tentang iman kepada Allah.
Syaikh  : Ananda, iman kepada Allah adalah masalah fitrah.
Wail     : Tapi yang sangat membingungkan saya, mengapa Allah mengutus para Rasul ke dunia ini, padahal         bukankah islam menghormati dan memuliakan akal manusia?
Syaikh  : Wahai Wail, diutusnya Rasul adalah nikmat besar bagi kita. Allah mengutus mereka ke bumi ini untuk menyampaikan hal-hal yang dirasa sungkar dan tidak dapat dijangkau manusia. Akal manusia hanya untuk mempelajari alam dan memakmurkan bumi. Inilah arena manusia. Jika manusia tetap ngotot ingin mengetahui segala sesuatu yang ada di alam ini maka berarti ia telah mendekatkan diri kepada hal yang membahayakan. Wahai Wail, akal manusi itu ibarat penumpang kapal laut. Ia berhak jalan-jalan di dalam kapal sesuka hatinya, tapi ia berniat hendak ke luar dari kapal dengan terjun ke laut, maka berarti ia telah menerjunkan diringa ke dalam kebinasaan.
Wail     : Tapi, Syaikh, bukankah ada sebagian orang yang pandai berenang?
Syaikh  : Ingatlah, Wail. Lautan lebih luas dan lebih besar daripada mereka. Apakah yang kau maksud dengan pandai berenang itu adalah filsuf?
Wail     : Ya, para filsuf itulah yang ku maksud dengan orang yang pandai berenang. Mereka mempunyai wawasan berfikir yang luas dan ada kemungkinan mereka dapat mempelajari dan menyelidiki segala yang ada di balik lautan menuju suatu hakikat.
Syaikh  : Kalau engkau ingin mengikuti para pengikut filsuf, maka pada akhirnya nanti engkau dan para pengikut-nya yang lain akan tersesat. Engkau tinggalkan jalan lurus dengan jalan wahyu. Engkau ingin menelusuri padang pasir yang luas yang airnya laksana udara hampa dan ketenangannya justru ketakutan. Ingatlah Wail, udara tidak dapat menghilangkan dahaga.
Wail     : Apakah dengan begitu, Syaikh ingin mengatakan bahwa hasil pemikiran filsuf itu hampa?
Syaikh  : Ya. Semua pemikiran filsuf adalah hampa. Fakta dan percobaan juga telah membuktikan hal itu. Apakah kau pernah mendengan tentang Aristo?
Wail     : Ya. Saya pernah mendengan dan membaca kisahnya. Dia adalah guru pertama dan pembuat ilmu mantik yang dapat mencegah akal manusia dari kesalahan. Tapi akhirnya dengan jalan itu Aristo sampai pada iman kepada Allah.
Syaikh  : Itu semua memang benar. Tetapi ketika Aristo tengah  berusaha mengetahui segala sesuatu yang ada di balik alam lewat akalnya, ia menyerah. Begitu mengetahui ketidakkuasaan dirinya. Ia beriman kepada Allah dengan ilmu matematikannya. Imannya kepada Allah diserupakan dengan keimannanyya kepada gerak mekanika. Kepada murid-muridnya Aristo mengatakan bahwa untuk memecahkan soal-soal mekanika alam mereka harus percaya kepada Allah, walaupun pada waktu itu dia belum menetapkan dalil-dalilmengenai adanya Allah.
Wail     : Dengan begitu apakah ia sudah sampai kepada hakikatnya?
Syaikh  : Belum, Wail. Aristo belum sampai kepada hakikat, karena dia beranggapan alam itu qodim (kuno). Ia tidak beranggapan bahwa alam itu bermula dari tidak ada menjadi ada. Dia juga beranggapan Allah tidak menciptakan dan menggerakan alam.
Wail     : Lalu bagaimana pendapat Aristo mengenai pergerakan alam?
Syaikh  : Aristo menganggap bahwa alam itu bermula dalam keadaan beku, lalu ingin bergerak dan akhirnya bergerak dengan sendirinya.
Wail     : (dengan penuh keheranan) Inikah filsafat Aristo? Jadi menurutnya, alam itu kuno dan bukan Allah yang menciptakan dan menggerakan alam?
Syaikh  : Benar, Wail. Inilah filsafat ilmuwan pertam. Aristo beranggapan Allah itu sempurna. Dalam pandangnnya perbuatan Allah meminta suatu akibat, sedangkan Allah membutuhkan makhlukNya. Aristo yakin karena Allah tidak menciptakan sesuatu maka dia juga tidak berkehendak, karena menurutnya, pengertian kehendak yaitu memilih satu diantara dua.Sedangkan Allah tidak membutuhkan hal tersebut.Allah hidup bahagia dengan nik,at kekekalanNya. Allah tidak mengerti tentang alam. Dia juga tidak mempunyai wewenang.
Wail     : Oh begitu, Aristo?
Syaikh  : Ya. Ia hanya manusia biasa dan akal manusia hanya dapat digunakan untuk mempelajari materi karena di dalamnya terdapat sumber kehidupan. Ahli pikir Yunani yakin Tuhan itu banyak jumlahnya, Ada tuhan kebaikan, tuhan kejahatan, tuhan hujan, dan sebagainya, sampai-sampai arak pun dijadikan tuhan. Mereka merayakan kelahiran Tuhan arak di musim anggur dan mengadakan acara bela sungkawa bila musim anggur berakhir. Mereka juga yakin orang yang paling taan kepada tuhan adalah orang yang paling suka meminumnya.Inilah hakikat akal pikiran manusia, dan inilah produk filsafat di abad Yunani. Sebenarnya dilihat dari perdabannya, mereka adalah bangsa yang paling tinggi. Cobalah pikirkan, jika begitu anggapannya, bagaiman jadinya dalam abad-abad kemunduran?

    Di saat Syaikh Arif mengakhiri urainnya, tiba-tiba datanglah Hisyam, anak Syaikh, membawa buah anggur. Melihat buah anggur tersebut, mereka spontan tertawa dan langsung menikmatinya.

------------------bersambung--------------------

Disalin oleh Meli Triyani dari buku Haada Nabiyyuka Yaa Walad karya Muhammad Gharib Bagdadi. Diterjemahkan oleh A.M. Basalamah menjadi "Anakku, Itu Nabimu"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar